Cerita Dewasa Kenikmatan Memek Tembem Yang Rapet
Dini merintih lembut seraya menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan keterowongan pink itu dan menari-nari di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia menarikku.
“Ayo Jor”aku tak tahan”, katanya berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sampai-sampai bagian yang menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.
Aku mulai menindih tubuh sintal itu, seraya bertumpu pada kedua siku-siku tanganku, agar ia tidak berat menompang tubuhku.
Sementara tersebut senjataku terjepit dengan kedua pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya telah bukan main, getaran jantungku kian tidak teratur. Sambil mencium ke remas remas toketnya yang kenyal itu.
Kontolku ku gesekan ke belahan memeknya, tak lama dia pun melebar kan kakinya. Kemudian pinggul kami berdua beringsut, untuk mengambil posisi tepat antara senjataku dengan lubang kewanitaannya.
Beberapa kali kami beringsut, namun belum pun sampai untuk sasarannya. Penisku belum pun masuk ke vaginanya
“Alot juga”, bisikku. Bu Dini yang masih di bawahku tersenyum.
“Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya memegang penisku dan membimbing memasukkan ke arah kewanitaannya.
“Sudah ditekan… pelan-pelan saja”, katanya.
Akupun menuruti saja, mengurangi pinggulku…
“Blesss”, masuklah penisku, agak seret, namun tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada ketika masuk itulah, rasa nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru menginjak dunia lain, dunia yang sama sekali baru bagiku.
Aku memang pernah menyaksikan film orang beginian, namun untuk mengerjakan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak, nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru menikmati kehangatan dan kesenangan tubuh wanita.
Gerakanku mulai semakin cepat dan keras karena Dini sangat suka di entot kencang. Sambil memandang ekspresi wajah bu Dini yang merem-melek, mulutnya tidak banyak terbuka, sambil keluar suara tak disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri.
“Ah… uh… eh… hem””.
Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut dengan mengurangi pula ke atas, agar penisku masuk mengurangi sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kesenangan berjalan merangkak hingga berlari-lari kecil berkejar-kejaran.
Di tengah peristiwa tersebut bu Dini berbisik.
“Kamu tidak boleh terlalu keburu nafsu, nanti anda cepat capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya”, saat saya mulai menggenjot dengan semangatnya.
“Ya Bu, maaf”, akupun menuruti perintahnya.
Lalu aku melulu menggerakkan pinggulku ala kadarnya mengekor gerakan pinggulnya yang melulu sesekali dilakukan. Ternyata model ini lebih nyaman dan gampang dinikmati. Sesekali kedua kakinya diusung dan sampai diletakkan di atas bahuku, atau kemudian dimulai lebar-lebar, bahkan kadang dirapatkan, sampai-sampai terasa penisku terjepit ketat dan semakin seret.
Gerak apapun yang kami kerjakan berdua membawa efek kesenangan tersendiri. Setelah lebih dari sepuluh menit , aku merasakan tubuhnya dari atas, dia menciptakan suatu gerakan dan aku tahu maksudnya, dia mohon di atas.
Aku istirahat terlentang, lantas bu Dini memungut posisi tengkurap di atasku sambil membulatkan alat vital kami berdua. Bersetubuhlah kami kembali.Ia memasukkan penisku rasanya ketat sekali menghujam hingga dalam.
Sampai sejumlah saat bu Dini menggerakkan pinggulnya, payudaranya bergelantungan nampak estetis sekali, kadang menyapu wajahku. Aku meremas kuat-kuat bongkahan pantatnya yang bergoyang-goyang. Payudaranya disodorkan kemulutku, langsung kusedot.
Gerakan perempuan berambut sebahu ini kian mempesona di atas tubuhku. Kadang laksana orang berenang, atau menari yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang aduhai. Bayang-bayang gerakan tersebut nampak estetis di cermin sebelah ranjang.
Tubuh putih nan estetis perempuan separuh baya menaiki tubuh pemuda agak coklat kekuning-kuningan. Benar-benar lintas generasi!
Adegan ini dilangsungkan lebih dari lima belas menit, makin lama makin kencang dan cepat, gerakannya. Nafasnya makin tidak teratur, tidak banyak liar. Kayak memburu setoran saja. Tanganku mempererat rangulanku pada pantat dan pinggulnya, sedangkan mulutku sesekali mengulum punting susunya. Rasanya enak sekali. Setelah banting tulang majikanku tersebut mendesah sejadi-jadinya”
“Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Jor..”, rupanya ia orgasme.
Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku, nafasnya berkejar-kejaran, megap-megap merasakan keasyikan yang menjangkau klimaknya.
Nafasnya berkejar-kejaran, gerakannya lambat laun berangsur melemah, kesudahannya diam. Ia menjadi lemas di atasku, sambil menata nafasnya kembali. Aku mengusap-usap punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali, menikmati sisa-sisa puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih menindih saya.
Setelah pulih tenaganya, dia istirahat terlentang kembali, siap guna saya tembak lagi. Kini giliran saya menindihnya, dan mulai mengerjakan pekerjaan seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia merangkul aku. Naik turun, keluar masuk.
Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, lagipula dia dapat menjepit-jepit, sampai sejumlah kali. Sungguh aku merasakan seluruhnya tubuh bu Dini. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu desakan tenaga yang kuat hingga diujung senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di sana, yang memunculkan kekuatan dahsyat tiada tara.
Energi tersebut menekan-nekan dan mengisi lorong-lorong rasa dan perasaan, saling mengejar dan kejar-kejaran. Didorong oleh gairah luar biasa, memunculkan efek gerakan kian keras dan powerful menghimpit tubuh indah, yang mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona.
Akhirnya tenaga yang menghentak-hentak tersebut keluar membawa kesenangan luar biasa”, suara tak disengaja keluar dari mulut dua manusia yang sedang dilanda kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa kendali, menyemprot mengisi lubang kesenangan milik bu Dini.
“Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut-sahutan.
Bibir estetis itu pulang kulumat kian seru, diapun kian merapatkan tubuhnya khususnya pada unsur bawah perutnya, powerful sekali. Menyatu semuanya,
“Aku” keluar Bu”, kataku terengah-engah.
“Aku pun Jor”, suaranya agak lemah.
“Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok dapat keluar lagi?!”, tanyaku agak heran.
“Ya, dapat dua kali”, jawabnya seraya tersenyum puas.
Kami berdua berkeringat, meski udara di luar dingin. Rasanya lumayan menguras tenaga, laksana habis naik gunung saja, lempar lembing atau berakhir dari perjalanan jauh, namun saya masih dapat merasakan sisa-sisa kesenangan bersama.
Selang beberpa menit akupun croooot juga hingga akhirnya. Saya menarik keluar senjataku dan berbaring terlentang di sisinya seraya menghela nafas panjang. Puas rasanya merasakan seluruh kesenangan tubuhnya.
Perempuan punya format tubuh estetis itupun tampak puas, seakan terlepas dari dahaganya, yang tampak dari guratan senyumnya. Saya lihat selakangannya, terdapat ceceran air maniku putih kental meleleh di bibir vaginanya bahkan terdapat yang di pahanya.
Pengalaman malam tersebut sangat menakjubkan, sampai sampai berapa kali aku menaiki bu Dini, aku lupa. Yang jelas kami beradu nafsu nyaris sepanjang malam dan tidak cukup tidur.
Keesokan harinya. Busa-busa sabun mengisi bathtub, aku dan bu Dini mandi bersama, kami saling menyabun dan menggosok, semua sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, tergolong bagian yang sangat pribadi. Yang mengasyikkan pun ketika dia menyabun penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya senang sekali dan telah barang tentu membawa efek nikmat.
“Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak tugu Novis, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!”, katanya seraya menimang-nimang tititku.
“Kan Ibu yang buat begini?!”, jawabku. Kami tersenyum bersama.
Sehabis mandi, kuintip lewat jendela kamar, Sumarni sedang nyapu halaman depan, bila aku keluar rumah tidak mungkin, dapat ketahuan. Waktu baru pukul separuh enam. Tetapi senjata ini belum pun turun, tiba-tiba hasrat lelakiku pulang bangkit kencang sekali.
Kembali meletup-letup, jantung berdetak kian kencang. Lagi-lagi aku mendekati janda yang telah berpakaian itu, dan kupeluk, kuciumi. Saya agak membungkuk, sebab aku lebih tinggi. Bau aroma semerbak disekujur tubuhnya, rasanya lebih fresh, sehabis mandi.
Lalu ku telanjangi dia agar terlihat semua dua gunung gembal dan belahan lembah yang tembem. Kami berdua pulang berbugil ria dan mengarah ke tempat tidur. Kedua manusia lelaki wanita ini saling bercumbu, mengulangi kesenangan semalam.
Ia tergeletak dengan manisnya, pemandangan yang estetis paduan antara pinggul depan, pangkal paha, dan rerumputan tidak banyak di tengah memblokir samara-samar huruf “V”, tanpa terdapat gumpalan lemaknya.
Aku buka dengan pelan kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut, lantas merambat ke paha mulusnya. Sementara tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku mulai bergetaran, kemudian aku membuka selakangannya, menyibakkan rerumputan di sana.
Aku hendak melihat secara jelas barang miliknya. Jariku menyentuh benda yang berwarna pink itu, mulai unsur atas membelai-belainya dengan lembut, sesekali mencubit dan mengelus kembali. Bu Dini bergelincangan, tangannya kian erat memegang tititku.
Kemudian jariku mulai masuk ke lorong, lantas menari-nari di sana, laksana malam tadi. Tapi bibir, dan terowongan yang didominasi warna pink ini lebih jelas, laksana bunga mawar yang merekah. Beberapa ketika aku mengerjakan permainan ini, dan menjadi paham dan jelas betul struktur kewanitaan bu Dini, yang menghebohkan semalam.
Gelora nafsu kian menggema dan menjalar seantero tubuh kami, saling menghirup dan mencumbu, makin memanas dan berlari kejar-kejaran. Seperti ombak laut mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali yang bisa mengekang dari kami berdua.
Apalagi saat puncak kesenangan mulai nampak dan menghampiri ketat. Sebuah kejutan, tanpa aku duga sebelumnya penisku yang semenjak tadi di urut-urut lantas dikulum dengan lembutnya. Pertama dijilati kepalanya, kemudian dimasukkan ke rongga mulutnya.
Rasanya saya disuruh melayang ke antariksa tinggi sekali mengarah ke bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi berikutnya dia memungut posisi istirahat terlentang, sedangkan aku pasang kuda-kuda, tengkurap yang bertumpu pada kedua tangan saya.
Saya mulai memasukkan penisku ke arah lubang kewanitaan bu Dini yang tadi telah saya “pelajari” bagian-bagiannya secara cermat itu. Benda ini memang rasanya tiada tara, saat kumasukkan, tidak melulu saya yang menikmati enaknya penetrasi, tetapi pun bu Dini merasakan kesenangan yang luar biasa, tampak dari ekpresi wajahnya, dan desahan lembut dari mulutnya.
Aaaauuhhh ahahhhhh Desah nya setiap kali ku sdok memeknya yang lembut. Seraya menekankan pula pinggulnya ke arah tititku. Kami berdua mengulangi melintasi samodra birahi yang menakjubkan, pagi itu.
Semuanya telah selesai, aku keluar rumah seKitar pukul separuh delapan, ketika Sumarni membasuh di belakang.
Sebuah wisata seks yang tak tersangka sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih, prosesnya mulus, semulus paha bu Dini. Singkat, cepat dan mengalir begitu saja, tetapi membawa kesenangan yang menghebohkan.
Betapa aku dapat merasakan kehangatan tubuh bu Dini secara utuh, orang yang sekitar ini menjadi majikanku. Menyaksikan rona wajah bu Dini yang memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya, mengindikasikan kedagaan seorang perempuan yang mebutuhkan usapan dan kehangatan seorang pria.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, si kumbang muda kian sering mengunjungi bunga guna mengisap madu. Dan bunga tersebut masih segar saja, bahkan rasanya kian segar menggairahkan. Memang bunga tersebut masih mekar dan belum pun layu, atau memang tidak inginkan layu.,,,,,,,,,,,,,